Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan bahwa pemerintah serius berkomitmen mencegah terjadinya praktik perlukaan dan pemotongan genitalia perempuan (P2GP) atau sunat perempuan.
Bintang mengatakan, komitmen tersebut dilakukan untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017.
Terutama dalam menghapuskan semua praktik berbahaya seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan.
Baca juga: Peluang Usaha Distributor Software
“Pemerintah secara serius berkomitmen mencegah terjadinya sunat perempuan (P2GP) di Indonesia," kata Bintang, dikutip dari siaran pers, Jumat (1/10/2021).
Bintang mengatakan, saat ini sunat perempuan masih menjadi permasalahan serius di Indonesia.Kasus tersebut bahkan beberapa kali disoroti oleh dunia internasional.
Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Kementerian Kesehatan 2013 menunjukkan, secara nasional 51,2 persen anak perempuan berusia 0-11 tahun mengalami praktik sunat perempuan.Kelompok usia tertingginya sebesar 72,4 persen yaitu pada anak berusia 1-5 bulan.
"Sunat perempuan menjadi masalah yang sangat kompleks di Indonesia karena dilakukan berdasarkan nilai-nilai sosial secara turun-temurun," kata dia.
“Padahal, dengan berbagai dampak yang merugikan perempuan dan manfaat yang belum terbukti secara ilmiah, sunat perempuan merupakan salah satu ancaman terhadap kesehatan reproduksi, serta salah satu bentuk kekerasan berbasis gender," kata dia.
Tidak hanya itu, sunat perempuan juga dinilai merupakan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Baca juga: Tester Kemurnian Emas 600K
Adapun dalam melaksanakan komitmen tersebut, kata Bintang, pihaknya bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan menyosialisasikan roadmap dan menyusun rencana aksi pencegahan P2GP hingga tahun 2030.
Berbagai strategi yang akan dilakukan tersebut meliputi pendataan, pendidikan publik, advokasi kebijakan, dan koordinasi antar pemangku kepentingan.
Bintang juga menegaskan, sinergi seluruh pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, media massa, dan unsur lainnya dalam memberikan pemahaman masyarakat merupakan kunci mencegah praktik sunat perempuan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar